Aliran Kepercayaan di Cirebon - AL-MA'UNAH KEPUH

KEPUH - PALIMANAN - CIREBON

Jl. Ki Ageng Tepak Ds. Kepuh Kec. Palimanan Kab. Cirebon Kode Pos 45161 Telp. (0231) 341780

test

Senin, 21 Oktober 2013

Aliran Kepercayaan di Cirebon


Aliran Kepercayaan

1. Islam Sejati
Terdapat di Desa Jatiseeng Kidul Kecamatan Ciledug, dipimpin oleh Bapak Sanjaya, dia telah meninggal sekira tahun 2008, pengikutnya hanya satu keluarga. Pokok ajaran lebih kepada berbuat baik terhadap sesama, tidak mengajarkan pokok-pokok ibadah seperti dalam Islam, tidak melarang atau menganjurkan orang untuk beribadah.

Aliran ini diketahui tidak berkembang, walau demikian bukan berarti yang sepaham dengan ajaran ini tidak ada. Banyak pihak yang setuju dengan paham aliran ini secara individu. Kemungkinan besar aliran kepercayaan seperti ini merupakan pengembangan dari aliran lain yang lebih dulu ada di daerah Jawa khususnya Cirebon.

2. Gagak Hitam
Gagak hitam muncul pada tahun 2007 di Ciledug Wetan, Tenjomaya dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Ciledug. Pemimpin dan pengikutnya belum diketahui hingga sekarang. Mereka diketahui sebagai kumpulan orang-orang yang cenderung kepada hal-hal mistik atau perdukunan, dan sifatnya sangat rahasia sehingga sulit dideteksi keberadaannya.

Beberapa kali mereka muncul saat akan melakukan ritual penngobatan terhadap orang yang kesurupan. Sebagaimana layaknya dukun, mereka tidak menjalankan ajaran agama  bahkan tidak menyukai agama.

3. Gagak Emas
Muncul di Gebang Mekar tahun 2009, pemimpin dan pengikut belum diketahui. Hal yang diketahui oleh masyarakat aliran ini tidak mengajarkan sebagaimana ajaran Islam, lebih mirip ajaran filsafat Jawa. Sekalipun penganjurnya sudah tidak ada di Gebang Mekar lagi, bukan berarti paham ini mati.


4. Gagak Lumayung
Aliran ini muncul di desa Cisaat Kecamatan Waled sekira tahun 2007. Pemimpinnya bernama Sudarno dengan pengikut sekitar 10 orang, dan sudah dibubarkan oleh aparat dan masyarakat. Ajaran tidak sama dengan ajaran Islam, lebih mementingkan soal-soal yang tidak lebih sepert filsafat orang Jawa. Kemungkinan ada hubungannya antara Gagak Hitam, Gagak Emas dan Gagak Lumayung bisa saja terjadi.


5. Ajaran Muhadi-Apla-Ahim
Aliran ini hingga kini tidak jelas namanya, oleh karena dikembangkan oleh Muhadi (dari desa Tenjomaya), Apla Maula dan Ahim (dari Damar Guna) Kecamatan Ciledug, kita namakan saja ajaran Muhadi Apla Ahim. Walaupun dalam pergaulan tidak ada kesan eksklusif, tapi dalam masalah peribadatan mereka memisahkan diri dari masyarakat Islam lainnya. Cara berpakaian sama layaknya santri di Jawa.

Kemungkinan ajaran ini berpusat di Bekasi, karena diantara mereka selalu ada yang pulang dan pergi ke Bekasi dengan alasan bertemu dengan guru dan berkumpul dengan komunitasnya. Dua daiantara mereka yang sering pergi ke Bekasi adalah Muhadi dan Sayad, keduanya dari Desa Tenjo Maya.

Sekarang tidak terlihat ada aktivitas yang mencolok, tapi beberapa diantara mereka masih tetap menjalankan ajarannya dan kerap pergi ke Bekasi.

6. Aliran Eyang Sukma
Muncul di Karang Tengah Kecamatan Karang Sembung pada maret 2010. diperkenalkan oleh Eyang Sukma, murid terkenalnya bernama Elma dan istrinya yang bernama Rohilah. Ajarannya diantaranya sholat tidak menghadap qiblat atau berubah-ubah arah. Pengikutnya mencapai 20 orang. Pernah juga muncul di Pengarengan (Pangenan)

Berdasarkan informasi dari warga yang pernah berinteraksi dengan pengikutnya, ajaran aliran ini didasarkan pada ajaran kuno Keraton Kasepuhan dan Majapahit. Eyang Sukma sudah diusir oleh warga, persoalannya ajaran ini tidak mati begitu saja.

7. Aliran Sin Lam Ba
Sin Lam Ba, adalah tiga dari huruf Arab. Belum diketahui siapa yang menyebarkan ajaran ini. Yang diketahui ajaran ini pernah muncul di Kali Meang (Karang Sembung) dan berasal dari Ender (Pangenan). Sin Lam Ba disebutkan sebagai singkatan dari Sin untuk Silaturrahmi, Lam untuk Lahir dan Ba untuk Bathin.

Kemungkinan besar ajarannya sama dengan umumnya ajaran Kejawen, yang hanya mengajarakan persoalan moral atau etika saja, dan tidak mementingkan ibadah, bahkan tidak penting tuhan itu ada atau tidak.

8. Aliran Keagungan Ilahi
Pernah dikembangkan oleh Edi Wahid tahun 2005 di Kecamatan Karang Sembung, dengan murid utamanya edi dan Hasan. Ajarannya lebih mementingkan moral atau etika pada sesama. Sedangkan dari segi aqidah hanya menekankan soal etika Ketuhanan, dari segi syari’ah tidak begitu jelas, seperti halnya ajaran Islam.

9. Aliran Sa’i – Saidi
Muncul di Blok Mundu Mesigit Desa Mundu Mesigit (Mundu). Muncul tahun 2007, dikembangkan oleh seorang lelaki bernama Sa’i, yang didukung oleh kakaknya bernama Saidi seorang guru agama di sebuah SD di desa Penpen. Pengikutnya juga ada dari desa Suci. Semuanya ada sekitar 20 orang pengikut.

Pokok-pokok ajarannya diantaranya: Sholat cukup dengan niat, tidak perlu mengeluarkan zakat, Nabi Muhammad jadi Nabi atas keinginan sendiri, Al Qur’an karangan Nabi Muhammad sendiri atau bukan Wahyu. Kalau kumpul-kumpul biasanya sekalian makan-makan. Para pengikut diwajibkan ada setoran dana pada pemimpinnya.

Sa’i selalu mendakwakan diri sebagai murid dari Habib Luthfi asal Pekalongan.

10. Walimatullah Kutub Robani
Keterangan tentang aliran ini berdasaran data tahun 2005, yang ditulis oleh penulis pada 2006. Di Desa Panambangan Kecamatan Sedong, muncul aliran aneh pimpinan eyang atau Kakek Djakaria, yang mendirikan padepokan Walimatullah Kutub Robani (WKR). Sikakek ini mengaku telah berumur 300 tahun. Lambang perkumpulan WKR ini adalah burung garuda seperti lambang negara, bedanya adalah, muka siburung menghadap ke depan, dan tulisan pada pita yang dicengkeram dengan kukunyapun sedikit berbeda, bunyinya Boenika Toenggal Ika.Sementara didinding lain terpampang gambar Presiden pertama RI Ir. Soekarno, dengan latar belakang Banteng dan beberapa bendera merah putih. Dibagian lain ada gambar naga, juga gambar sejoli kakek tua berjanggut dan berambut panjang didampingi seorang wanita.

Sikakek berambut panjang hingga kepinggang ini, menurut penduduk setempat asalnya dari Subang, sebelumnya bermukim di Desa Gereged Kecamatan Beber. Karena diusir diapun pindah ke Desa Panambangan. Sejak  tahun 2003 dia membangun Padepokan WKR. Pengikut cukup banyak, berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa, tapi menurut Sekretaris Desa Dadang Sunandar, tidak ada satupun warga Desanya yang jadi pengikut WKR.

Sikakek yang mengaku pengasuh Soekarno sejak mereka kecil, menerima murid dari berbagai pemeluk agama. Ajarannya ia anggap universal, karena semua pemeluk agama boleh masuk. Yang jelas si kakek ini anti ajaran agama Islam. Ia tak mengajarkan sholat bahkan menentangnya. Penduduk sekitar hampir tak pernah melihatnya karena ia jarang sekali keluar dari padepokannya. Penduduk menyebutnya “Kahieuman bangkong”. Artinya Dierami Kodok, lalu bagaimana ia dikenal orang-orang dari berbagai daerah. Bahkan ada juga yang datang memakai mobil dinas (plat merah) dan dikawal empat orang polisi.

Desa Panambangan yang cukup terpencil, ideal untuk menebarkan racun berbahaya pada aspek-aspek aqidah atau ideologi, yang berkaitan langsung dengan aspek moral atau Akhlaq, imbasnya adalah terhadap ketahanan bangsa. Inilah salah satu yang harus ditangani oleh para pembina desa itu. Pembentukan dan pemunculan berbagai aliran sesat di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh kekuatan eksternal pada konsepsi perang Moderen (Lihat Serangan Melalui Jalur Theosofi dan Kebatinan), selebihnya dilakukan sendirian oleh orang Indonesia, tapi tetap dalam koridor pemantauan pihak-pihak eksternal itu. Oleh karena itu perlu bagi TNI melakukan berbagai peningkatan kemampuan dan pengkajian terhadap Binsat, Binter dan Bintahwil. Sehubungan dengan peningkatan kualitas dan kompleksitas serangan yang dibangun oleh lawan.

Mengenai pendiri WKR, baik dari yang bersangkutan maupun dari pengikutnya, diperoleh data ada dua nama dan dua foto, namun disebutkan itu adalah satu orang. Pemimpin WKR adalah Pendiri Pemerintahan Republik dengan nama Djakaria bergelar Mr. Wongso Negoro III Gusti Achmad Semaun, pendiri pertapaan Macan Putih Indonesia, Padepokan Gunung Lawu, diketahui : MPR/DPR RI dan Mahkamah Internasional melalui Dewan Keamanan PBB. Alamat asal Kampung Kiara Pondoh Rt/Rw : 07/03 Kelurahan Ganda Soli Kecamatan Tanjung Siang Kabupaten Subang. Pada sisi ini ada kesamaan yang serius antara WKR dengan Negara Sunda Nusantara baik yang ada di Banten Bogor dan Majalengka terlalu bodoh untuk mengatakan bahwa itu suatu kebetulan.

Sedangkan berdasarkan data yang juga  dipegang pengikutnya, nama pemimpin WKR adalah Djakaria Bin Sachmat, Blok Cikawung Rt/Rw: 04/03 Panambangan, Sedong Kabupaten Cirebon, dan masuk ke Sedong tahun 2001. Menurut Sekdes Panambangan mereka masuk tahun 2003, dan menurut pengikutnya, yang juga otak gerakannya yaitu Mulyono, asal desa Manis Kidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan, mereka masuk ke sana tahun 2005 , Mulyono adalah wartawan yang tergabung dalam HIPSI tapi tak punya Media, dan selalu mengaku dari Surat Kabar Cakrawala Jakarta.(kelak melalui Mulyono, wartawan Cakrawala dari Kuningan Suherman MD, memuat WKR dikoran tersebut tanggal 20 Maret 2006).

Djakaria kedua ini masuk ke desa Panambangan dan mendapatkan KTP secara Naturalisasi tahun 2003, dengan nama Darsa, diketahui kemudian nama Darsa adalah anaknya dari istri terdahulunya , selain istri dari desa Gereged Beber. Juga terungkap setelah diusir dari Gereged (Beber) dia masuk ke Desa Ciawi Gajah lebih dulu, dan mendapatkan hal yang sama seperti di Gereged, dia diusir. Dengan bekal pengalaman yang tidak enak itu, maka saat masuk ke desa Panambangan dia mengubah Strategis, dengan cara pendekatan menyawer pemuda setempat dan melobi aparat desa supaya keberadaannya mendapat jaminan keamanan. Terbukti kemudian, walau mereka sudah lama disana tak dipersoalkan siapapun, hal ini juga tidak terlepas dari peranan aktor intelektualnya yang punya cukup pengaruh yakni Ahmad Efendi, dia disebutkan adalah Kepala Seksi Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kabupaten Kuningan, tapi Mulyono mengatakan dia adalah orang penting di Disnakertrans Kabupaten  Kuningan.

Dalam komunikasi dengan surat, WKR menggunakan kop: Padepokan Walimatulloh Kutub Robani Tjirebon-Djawa Barat. Dengan lambang Bola Dunia disangga dengan dua telapak tangan, di tengah Bola Dunia itu terdapat lambang tiga segi tiga Zion bertumpuk.Tapi lambang yang tertera pada setempel adalah Burung Garuda seperti lambang negara dengan muka lurus kedepan. Dan ditanda tangani oleh nama S.Djakaria Semaun Kertanegara. Berdasarkan asal Djakaria, intelijen mengungkapkan daerahnya adalah basis Komunis. Ini adalah satu bentuk metamorfose Komunis melalui jalur gerakan kebatinan atau teosofi, berdasarkan dua lambang perpaduan tesa dan sintesa, gerakan itu punya hubungan dengan Zionisme.

Informasi terakhir tahun 2009 menyebutkan, Eyang Djakaria lari ke Ciamis, setelah pada tahun 2006 keberadaannya merasa terganggu di Panambangan, Sedong. Di tempat barunya ini dia juga berusaha menyebarkan keyakinannya.

Ditulis oleh: Omi Busytomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar