قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ
Katakanlah hai Muhammad, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (ALI IMRAN AYAT 31)
Berdasarkan ayat di atas, Allah menegaskan kepada kita semua melalui Rasulullah Saw, apabila seseorang benar2 mencintaiNYA, sepantasnya ia membuktikan kecintaan itu dengan cara ittiba' kepada Nabi Muhammad, patuh, manut, mengikuti apa saja yg diusabdakan (qaul), di perbuat (af'al) dan ditetapkan (takrir). Dari perkara ibadah, muamalah, prilaku dalam berumah tangga, bahkan siyasah sekalipun, Dari hal yg kecil sampai hal yg lebih luas.
Pada kesempatan kali ini Penulis lebih konsen pada Kata "فَٱتَّبِعُونِى" yang memiliki arti "maka ikutilah aku", menjadi jawab dari in syarthiyah pada kata sebelumnya. Lebih jauh, kata فَٱتَّبِعُونِى ini bisa diartikan sebagai SK atau dalam istilah keorganisasian adalah surat keputusan atau surat kewenangan dari atasan dalam melakukan sebuah tugas. Dalam kaitannya dengan ayat ini, Rasulullah mendapatkan SK secara langsung dari Allah SWT, mempercayakan segala sesuatunya kepada Rasulullah dalam masalah duniawi dan ukhrowi, demi keselamatan manusia secara umum.
Kemudian dari ayat ini juga, ketika seseorang hendak wushul (istilah tasawuf= sampai), maka harus melalui Rasulullah, tidak bisa secara langsung antara hamba dengan Allah. Beliau Rasulullah sebagai penghulu kita semua sebagai hamba yang hina. Dalam istilah tasawuf, "hilangkan dirimu hadirkan mursyidmu, hilangkan mursyidmu hadirkan Nabimu, hilangkan nabimu hadirkan Tuhanmu".
Setelah Rasulullah wafat, SK itu kemudian berpindah kepada para sahabat. Rasulullah mempercayakan semua, segala urusan sepeninggalan beliau, dialihkan kepada para sahabatnya. Sahabat adalah mereka yg mengikuti sunnah, pernah bertemu dan hidup se zaman dengan Rasulullah Saw.
Dalam sabdanya, rasulullah: Ashabi kannujum, biayyihim iqtadaitum ihtadaitum. Sahabatku laksana bintang, siapa di kalangan mereka yang kamu ikuti, kamu akan dapat petunjuk,’’
Secara berurutan, dalam berijtihad, imam madzhab melakukan isthinbatul hukm.ketika tidak ditemukan suatu hukum dari Al-Qur`an dan Sunnah, maka dicari dari ijtihad para shohabat. Kita lihat imam malik bin anas, beliau mendayagunakan qoul ahlu madinah sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Qur`an dan Sunnah, imam Ibnu Qayyim Al-Jauzy menetapkan Qoul shohaby sebagai metode ketiga setelah sumber pokok dalam berijtihad.
Menurut jumhur ulama, yaitu ulama Hanfiyyah, Imam Malik, pendapat Asy-Syafi’I yang lama (qaul al-qadim) dan menurut pendapat imam Ahmad bin Hanbal yang terkuat: Qaul Shahaby atau Ijma Shohaby merupakan hujjah. Bahkan menurut mereka Qaul Shohaby didahulukan dari pada Qiyas.
Kedudukan para sahabat sangat penting dalam keberlanjutan Syariat Islam, penerus dan pemegang SK ketuhanan. kedudukannya tidak bisa digantikan oleh apapun setelah Rasul.
Setelah masa sahabat, pemegang dan pembawa risalah kenabian, diteruskan secara periodik oleh Ulil Amri, berdasarkan ayat:
Berdasarkan ayat di atas, Allah menegaskan kepada kita semua melalui Rasulullah Saw, apabila seseorang benar2 mencintaiNYA, sepantasnya ia membuktikan kecintaan itu dengan cara ittiba' kepada Nabi Muhammad, patuh, manut, mengikuti apa saja yg diusabdakan (qaul), di perbuat (af'al) dan ditetapkan (takrir). Dari perkara ibadah, muamalah, prilaku dalam berumah tangga, bahkan siyasah sekalipun, Dari hal yg kecil sampai hal yg lebih luas.
Pada kesempatan kali ini Penulis lebih konsen pada Kata "فَٱتَّبِعُونِى" yang memiliki arti "maka ikutilah aku", menjadi jawab dari in syarthiyah pada kata sebelumnya. Lebih jauh, kata فَٱتَّبِعُونِى ini bisa diartikan sebagai SK atau dalam istilah keorganisasian adalah surat keputusan atau surat kewenangan dari atasan dalam melakukan sebuah tugas. Dalam kaitannya dengan ayat ini, Rasulullah mendapatkan SK secara langsung dari Allah SWT, mempercayakan segala sesuatunya kepada Rasulullah dalam masalah duniawi dan ukhrowi, demi keselamatan manusia secara umum.
Kemudian dari ayat ini juga, ketika seseorang hendak wushul (istilah tasawuf= sampai), maka harus melalui Rasulullah, tidak bisa secara langsung antara hamba dengan Allah. Beliau Rasulullah sebagai penghulu kita semua sebagai hamba yang hina. Dalam istilah tasawuf, "hilangkan dirimu hadirkan mursyidmu, hilangkan mursyidmu hadirkan Nabimu, hilangkan nabimu hadirkan Tuhanmu".
Setelah Rasulullah wafat, SK itu kemudian berpindah kepada para sahabat. Rasulullah mempercayakan semua, segala urusan sepeninggalan beliau, dialihkan kepada para sahabatnya. Sahabat adalah mereka yg mengikuti sunnah, pernah bertemu dan hidup se zaman dengan Rasulullah Saw.
Dalam sabdanya, rasulullah: Ashabi kannujum, biayyihim iqtadaitum ihtadaitum. Sahabatku laksana bintang, siapa di kalangan mereka yang kamu ikuti, kamu akan dapat petunjuk,’’
Secara berurutan, dalam berijtihad, imam madzhab melakukan isthinbatul hukm.ketika tidak ditemukan suatu hukum dari Al-Qur`an dan Sunnah, maka dicari dari ijtihad para shohabat. Kita lihat imam malik bin anas, beliau mendayagunakan qoul ahlu madinah sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Qur`an dan Sunnah, imam Ibnu Qayyim Al-Jauzy menetapkan Qoul shohaby sebagai metode ketiga setelah sumber pokok dalam berijtihad.
Menurut jumhur ulama, yaitu ulama Hanfiyyah, Imam Malik, pendapat Asy-Syafi’I yang lama (qaul al-qadim) dan menurut pendapat imam Ahmad bin Hanbal yang terkuat: Qaul Shahaby atau Ijma Shohaby merupakan hujjah. Bahkan menurut mereka Qaul Shohaby didahulukan dari pada Qiyas.
Kedudukan para sahabat sangat penting dalam keberlanjutan Syariat Islam, penerus dan pemegang SK ketuhanan. kedudukannya tidak bisa digantikan oleh apapun setelah Rasul.
Setelah masa sahabat, pemegang dan pembawa risalah kenabian, diteruskan secara periodik oleh Ulil Amri, berdasarkan ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59)
Ulil Amri disini, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzy dalam karyanya i'lam Al-Muwaqqi'in, ada dua kategori, yaitu Ulama dan Umaro (pemerintah). Namun kadar ketaatan kepada keduanya dibatasi, selama keduanya menyeru pada jalur Syariat yg sesuai, maka selama itu pula kita harus patuh dan tunduk. Berbeda dengan sebaliknya, ketika Ulama atau Umaro melenceng dari jalur syariat, sebaiknya kita mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah Swt dan RasulNya.
Seyogyanya kita sebagai warga negara Indonesia, khususnya warga Nahdhiyyin, agar tetap menghormati para Ulama dam Umaro, karena keduanya adalah sang pemangku SK ketuhanan.
Wallahu a'lam bis Showab
Ulil Amri disini, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzy dalam karyanya i'lam Al-Muwaqqi'in, ada dua kategori, yaitu Ulama dan Umaro (pemerintah). Namun kadar ketaatan kepada keduanya dibatasi, selama keduanya menyeru pada jalur Syariat yg sesuai, maka selama itu pula kita harus patuh dan tunduk. Berbeda dengan sebaliknya, ketika Ulama atau Umaro melenceng dari jalur syariat, sebaiknya kita mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah Swt dan RasulNya.
Seyogyanya kita sebagai warga negara Indonesia, khususnya warga Nahdhiyyin, agar tetap menghormati para Ulama dam Umaro, karena keduanya adalah sang pemangku SK ketuhanan.
Wallahu a'lam bis Showab
Penulis :
Achmadi
ulama dan umara yang bagaimana yang patut kita ikuti?
BalasHapus