PENDAHULUAN
Metode cerita/kisah, merupakan salah satu metode yang tertua untuk memberikan pelajaran dan pesan kepada orang-orang yang mendengarkannya.
Metode cerita menurut An-Nahlawy, “Menceritakan kisah yang relevan dengan tema pelajaran untuk mengambil beberapa makna dari pelajaran, atau untuk sampai kepada ibrah (pelajaran), atau untuk menanamkan nilai-nilai akhlaq dan nilai-nilai agama atau sebagai metode untuk mendidik yang dikehendaki guru.” Dan juga merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat disukai oleh siswa.
Cerita juga sangat penting sebagai apersepsi di awal proses pembelajaran karena sangat efektif untuk membantu guru dalam mengarahkan perhatian siswa, membangkitkan rasa keingintahuan mereka, serta mengarahkan mereka kepada nilai-nilai akhalq mulia, dengan syarat ceritanya benar berdasarkan realita dan bermanfaat, memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia secara umum dan siswa secara khusus.
Secara ringkas menurut DR. Sholih Abdul Aziz, dalam bukunya At-Tarbiyah Wa Thuruquttadris hal: 247, tujuan inti dari penggunaan cerita dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Menyampaikan pengetahuan (knowledge) dan realitas kebenaran dengan cara yang menarik.
2. Mendidik siswa dengan akhlaq yang baik, dengan meletakkan potret teladan dihadapan mereka, supaya mereka termotivasi untuk menirukannya dan tergerak hatinya untk menjadi seperti tokoh yang ada di dalam cerita.
3. Untuk mencairkan kebekuan di dalam kelas, menjadikan kelas semarak, penuh dengan gairah untuk belajar.
Al-Qur’an Al-Karim sebagai kitab suci umat Islam penuh dengan kisah-kisah yang terbaik dan terindah, karena dikisahkan oleh Dzat Yang Maha Tahu dan Maha Benar. Dan sudah pasti terkandung didalamnya hikamah dan pelajaran yang sangat berharga, karena ibrah merupakan tujuan inti dari kisah-kisah Al-Qur’an tersebut.
Kebanyakan dari kisah-kisah Al-Qur’an terdapat di dalam surat-surat Makkiyah (Turun di Makkah sebelum hijrah), dimana inti da’wah Rasulullah SAW di periode Makkah terfokus pada pemantapan aqidah dan akhlaqul karimah.
Dari paparan diatas, betapa pentingnya penggunaan kisah-kisah Al-Qur’an untuk menanamkan nilai-nilai aqidah dan nilai-nilai akhlaqul karimah kepada para siswa. Dan tentunya sebelum kita menggunakan kisah-kisah yang ada dalam Al-Qur’an, kita harus mengetahui dan memahami terlebih dahulu, apakah kisah-kisah Al-Qur’an itu? Dan hal-hal yang berhubungan dengannya.
PENGERTIAN
Kisah-kisah dalam Al-Qur’an, dalam bahasa Arabnya قصص القرآن. القص dan القصص adalah bentuk مصدر dari fi’il قص-يقص yang berarti “Mengikuti jejak.” Allah berfirman dalam QS. Al-Kahfi: 64 (فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا) artinya: “Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”. Firman-Nya juga dalam QS. Al-Qoshosh:11 (وَقَالَتْ لأخْتِهِ قُصِّيهِ ) artinya: “Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia.” Begitu juga kata القصص berarti “Khabar berita yang saling mengikuti.” Firman-Nya dalam QS. Ali ‘Imron: 62 (إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ) artinya: “Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar.” القصص juga berarti “Perkara, berita, keadaan.”
Maka قصص القرآن berarti “Pemberitahuan Al-Qur’an tentang keadaan-keadaan umat-umat yang telah lewat, perjalanan para Nabi-Nabi terdahulu dan kejadian-kejadian yang berlangsung di masa itu.”
Kenapa Kisah Al-Qur’an?
1. Kisah Al-Qur’an adalah kisah yang benar (هو القصص الحق)
Kisah Al-Qur’an tentang orang-orang terdahulu, dan beberapa peristiwa yang diceritakan di dalamnya adalah suatu kebenaran yang pasti. Karena Allah-lah yang telah menceritakannya kepada kita di dalam Al-Qur’an. Dimana Allah SWT Maha Mengetahuinya, dan terjadi atas Kehendak dan Kekuasaan-Nya. Sebagaimana yang telah difirmankan dalam QS. Ali ‘Imron: 62, “Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar.” Dan firman-Nya juga dalam QS. Al-Kahfi: 13, “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” Maka kisah Al-Qur’an adalah kebenaran yang nyata, bukan hayalan semata.
2. Kisah Al-Qur’an adalah kisah yang paling baik (هو أحسن القصص)
Suatu kisah dikatakan baik bukan karena diceritakan secara mendetail peristiwa dan kejadiannya’ banyak menyebut pelaku dan tempat-tempat kejadiannya. Bisa jadi pemaparan secara luas hal-hal tersebut diatas itdak baik dikarenakan usmber-sumber ceritanya tidak benar dan sah. Suatu kisah dikatakan baik apabila kisah tersebut nyata, jujur dan benar. Maka baiknya sebuah kisah atau cerita ditentukan oleh sejauh mana kenyataan dan kebenaran kisah tersebut. Apabila hilang nilai kebenaran sebuah kisah, maka otomatis kisah tersebut bukan kisah yangbaik dan bagus.
3. Allah yang telah mengkisahkan kisah orang-orang terdahulu (الله يقص قصص السابقين)
Allah SWT telah mengkisahkan orang-orag terdahulu kepada Rasulullah SAW didalam Al-Qur’an. Firman-Nya dalam QS. Toha: 99, “Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu.” Juga QS. Al-A’rof: 101, “Negeri-negeri (yang telah Kami binasakan) itu, Kami ceritakan sebagian dari berita-beritanya kepadamu.” Juga firman-Nya dalam QS. Hud: 100, “Itu adalah sebahagian dan berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad).”
Kisah orang-orang terdahulu yang diceritakan di dalam Al-Qur’an, merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah dan karunia-Nya yang besar yang diberikan kepada kita. Karena melalui kisah-kisah tersebut, diperlihatkan kepada kita apa yang maslahat untuk kita, ditunjukkan jalan untuk menggapai cinta dan ridlo-Nya. Juga diberikan peringatan agar jangan terjerumus ke jalan yang akan dimurkai, dibenci dan akan mendapatkan siksa-Nya. Maka kita harus menerima ni’mat Allah yang berupa kisah-kisah umat terdahulu yang diceritakan di dalam Al-Qur’an.
4. Ceritakanlh kisah tersebut (فاقصص القصص)
Allah SWT telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menceritakan kisah-kisah tersebut kepada umat manusia, karena hal itu dapat memotifasi orang yang mendengarkannya untuk berfikir dan mengambil pelajaran. Allah berfirman dalam QS. AlA’rof: 176, “Demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” Penggunaan kisah-kisah merupakan cara yang harus dilakukan diantara cara-cara berda’wah, mengajar dan mendidik.
Tujuan dan Hikmah dari Kisah-Kisah Al-Qur’an
1. Agar mereka berfikir (لعلهم يتفكرون)
Berfikir dan merenungkan apa yang ada dibalik kisah adalah salah satu buah dari membaca kisah-kisah orang-orang terdahulu yang ada di dalam Al-Qur’an dan salah satu hasil yang dicapai dari mendengarkan kisah tersebut. Bahkan merupakan tujuan terpenting yang harus digapai oleh setiap orang membaca, mendengarkan dan menceritakan kisah tersebut kepada orang lain. Sebagaimana firman-Nya QS. Al-A’rof: 176.
2. Untuk mengokohkan hati Rasulullah dan hati para pengikutnya dalam memegang teguh agama Islam.
Diantara hikmah dan tujuan adanya kisah-kisah Al-Qur’an adalah untuk mengokohkan hari Rasulullah dan hati para pengikutnya dalam memegang teguh agama Islam, dan juga untuk menguatkan keyakinan orang-orang mu’min akan menangnya kebenaran dan para pembelanya, serta kalah dan hancurnya kebathilan dan para pelakunya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Hud: 20, “Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
3. Sebagai pelajaran bagi orang-orang yang berakal (عبرة لاولى الالباب)
Allah SWT berfirman dalam QS. Yusuf: 111, “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”
Mengapa Kisah Al-Qur’an merupakan Pelajaran (عبرة)?
Kata العبرة berasal dari kata العبور yang berarti “Melewati atau menyeberangi.” Ketika seseorang sedang membaca atau mendengarkan kisah-kisah yang ada di dalam Al-Qur’an, seakan diajak untuk mengarungi masa lampau, terlepas dari ikatan waktu dan tempat, terbebas dari lingkungan realitas masa kini, dan pergi mengembara ke dunia masa lalu yang begitu luas, seakan ikut hidup bersama mereka, mengamati mereka dan mengambil pelajaran dari mereka.
Kisah-kisah yang dipersembahkan Al-Qur’an kepada kita merupakan potret kehidupan manusia yang akan selalu terulang, potret bagaimana sosok seorang muslim, potret bagaimana sosok orang yang kafir, potret orang-orang yang lemah imannya dan terhina, potret orang-orang yang kuat imannya serta akhir kehidupan sosok masing-masing orang tersbut.
4. Menjelaskan inti tujuan berda’wah kepada Allah SWT, dan menjelaskan inti syari’at dari setiap Nabi yang diutus.
Firman-Nya QS. Al-Anbiya’: 25, “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku."
5. Sebagai pembenaran kepada nabi-Nabi terdahulu, menghidupkan kembali kenangan mereka dan mengabadikan jejak peninggalan mereka.
6. Untuk menampakkan kebenaran Rasulullah SAW dalam da’wahnya, terutama pemberitahuan beliau tentang keadaan masa lampau yang merupakan mata rantai sejarah yang hilang, melampaui abad yang panjang dan generasi yang tidak terbatas.
Macam-Macam Kisah di dalam Al-Qur’an
Kisah-kisah Al-Qur’an terbagi menjadi 3 (tiga) macam:
1. Kisah para Nabi, mencakup da’wah mereka kepada kaumnya, mu’jizat yang diberikan Allah kepada mereka untuk menantang para penentangnya, sikap yang ditampakkan para penentangnya, tahapan-tahapan da’wah mereka dan perkembangannnya, serta akhir dari kehidupan para pengikutnya dan orang-orang yang mendustakannya.
2. Kisah Al-Qur’an tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, dan para pelakunya bukanlah merupakan Nabi. Seperti kisah Ashabul Kahfi, kisah Ashabul Uhdud dan kisah Dzulqarnain, dan lain-lain.
3. Kisah Al-Qur’an yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah SAW, seperti perang Badar dan perang Uhud dalam QS. Ali ‘Imron, kisah hijrahnya Rasulullah SAW, Isra Mi’raj dan lain sebagainya.
Bagaimana kita Memandang dan Memahami Kisah-Kisah Al-Qur’an?
1. Kisah Al-Qur’an merupakan hal yang ghaib dimasa lampau (من أنبآء الغيب)
Kisah orang terdahulu yang disebutkan Al-Qur’an termasuk dalam ketegori berita ghaib, karena hal-hal yang ghaib dalam Islam ada 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Ghaib masa lalu, seperti kisah umat-umat yang telah berlalu.
b. Ghaib masa kini, seperti dunia lain yang ada diwaktu sekarang yang eksistensi dan kehidupannya ada akan tetapi kita sebagai manusia biasa tidak bisa melihat dan mendengarkannya, seperti dunia malaikat, dinia jin dan syetan, dan lain-lain.
c. Ghaib dimasa yang akan dating, seperti datangnya tanda-tanda hari kiamat dan lain-lain.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Hud: 49, “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini.” Semakna dengan ayat tersebut firman-nya dalam QS. Yusuf: 102 setelah menceritakan Nabi Yusuf dan saudara-saudaranya. Karena merupakan sesuatu yang ghaib, maka kita harus meyakini apa yang dipaparkan oleh Al-Qur’an dan meyakini suatu kebenaran yang nyata.
2. Tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Allah SWT (لا يعلمهم إلا الله)
Al-Qur’an telah memberitahukan kepada kita bahwa sebagian peristiwa yang berhubungan dengan umat-umat terdahulu dan para pelakunya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT semata. Ini berarti tidak ada seorang manusia pun yang mengetahuinya kecuali Allah SWT memberitahukannya kepada Rasulullah SAW. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ibrahim: 9, “Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah."
3. Jangan bertanya kepada ahli kitab dengan detail kisah orang-orang terdahulu
Al-Qur’an dengan tegas telah melarang kita untuk bertanya kepada ahlul kitab (yahudi dan Nashrani) tentang orang-orang terdahulu, detail ceritanya, para pelakunya serta tempat dan peristiwanya. Larangan tersebut disela-sela Al-Qur’an mengisahkan Ashabul Kahfi dan perbedaan orang-orang terdahulu tentang jumlah mereka, firman Allah QS. Al-Kahfi: 22, “Jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.” Artinya janganlah engkau bertanya tentang ashabul kahfi, jumlah mereka, dan khabar tentang mereka kepada seorang pun dari ahlul kitab, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas RA berita atau pengetahuan yang diambil dari ahlul kitab khususnya Yahudi yang dinamakan dengan “Israilyyat.”
Macam-Macam Israilyyat dan Hukumnya
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir membagi Israiliyyat menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Israiliyyat yang diketahui kesahihannya, seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dengan sanad yang shahih, atau didukung dan dikuatkan oleh ajaran Islam. Maka hukumnya shohih dan diterima serta merupakan bagian dari ajarab Islam.
2. Israiliyyat yang diketahui kebohongannya, karena bertentagan dengan syari’at Islam atau tidak rasional. Maka hukumnya tidak boleh diterima dan diriwayatkan.
3. Israiliyyat yang didiamkan, tidak termasuk macam yang pertama juga tidak termasuk yang kedua. Israiliyyat semacam ini tidak boleh dipercayai dan tidak boleh didustakan, akan tetapi boleh diceritakan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Janganlah kelian membenarkan ahlul kitab dan jangan pula mendustakannya dan katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami (Al-Qur’an).”Israiliyyat semacam ini kebanyakan tidak memiliki manfaat yang kembali kepada ajaran agama.
Dari sisi shahih dan tidaknya, Israiliyyat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
1. Shohih, seperti israiliyyat yang membicarakan tentang sifat-sifat Nabi Muhammad SAW, sesui dengan yang dijelaskan oleh Al-Qur’an.
2. Maudhu’ (palsu), seperti kisah khurafat gunung qof yang meliputi langit dan bumi. Dari isi kandungan materinya Israiliyyat dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Berhubungan dengan Aqidah.
2. Berhubungan dengan hukum, seperti hukum rajam bagi orang yang berzina.
3. Berhubungan dengan nasihat, roqo’id, kisah kisah dan sejarah.
Peran Kisah Al-qur’an dalam Dunia Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, penggunaan metode kisah atau cerita sangatlah penting, karena mampu menghilangkan kejenuhan yang menghinggapi peserta didik. Apalagi bila disampaikan dengan gaya dan tutur kata yang menarik, hal itu akan dapat memotifasi peserta didik untuk menyenangi pelajaran dan tidak cepat merasa bosan.
Kisah kisah Al-Qur’an bisa dijadikan alternatif untuk menanamkan keyakinan, akhlaqul karimah dan nilai-nilai positif kepada peserta didik. Karena secara fitrahnya dan sesuai perkembangan kejiwaannya, anak kecil memiliki kecenderungan yang besar untuk mendengarkan kisah-kisah yang menarik dan bahkan memiliki kecenderungan yang besar pula untuk menirukan sikap dan perilaku para tokoh didalam kisah-kisah tersebut.
Maka semestinya para pendidik mampu memanfaatkan kecenderungan para peserta didik tersebut untuk menanamkan nilai-nilai Islam yang positif melalui Kisah-Kisah Qur’any. Juga dituntut untuk mampu bercerita dengan ekspresi dan tutur kata yang menarik dan sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik agar mudah dicerna dan dipahami. Bukan Cuma sekedar menyebutkan tanggal, tahun, tempat dan nama tokoh. Disamping itu ia juga harus mampu menggali ibrah (pelajaran) dari kisah-kisah tersebut untuk dijadikan bekal bagi peserta didik dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan menjadi manusia-manusia yang paripurna (insan kamil) yang merupakan tujuan inti dari pendidikan.
1. Al Hafidz Imaduddin Abilfida Ismail bin Katsir. Tafsir Al-qur’anul ‘Adzim. Muassasah Arrisalah. Beirut: 1996
2. Al Alamah ArroghibAl Ashfahany. Mufrodat Alfadzil Qur’an. Darul Qolam. Damaskus: 1997
3. Al-Qur’an Tarjamah. DEPAG RI: 2002
4. Syekh Hasan bin Muhammad Addamighony. Qomus Al-Qur’an. Darul Ilmi Lilmalayin. Kairo: 1985
5. Syekh Manna’ Kholil Al Qoththon. Mabahits Fi Ulumil Qur’an. Muassasaturrisalah. Beirut: 1985
6. Dr. Muhammad Adz-Dzahaby. Attafsir Wal Mufassirun. Kairo: 1979
7. Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah. Al-isroiliyyat Wal Maudhu’at Fi Kutubit Tafsir. Maktabah Assunnah. Kairo: 1408 H
8. Dr. Abdul karim Zaedan. Al-mustafaad Min Qoshosil Qur’an Lidda’wati Waddu’at. Muassasah Arrisalah. Beirut: 1998
9. Dr. Sholah Abdul Fatah Al-Kholidy. Ma’a Qoshosis Sabiqin Fil Qur’an. Darul Qolam. Damaskus: 1996
10. DR. Muhammad Sholih bin Ali Jan. Al-Mursyidun Nafis Ila Aslamati Thuruquttadris. Darut Thorfain, Thaif, Saudi Arabia: 1998.
11. Abdurrahman An-Nahlawy. Al-Tarbiyah Wa Thuruquttadris. Al-Riasatul ‘Amah Lil Kullliyah Wal Ma’ahid Al-‘Ilmiyah. Riyadh (KSA): 1389 H
12. Sholih Abdul ‘Aziz. Al-Tarbiyah Wa Thuruquttadris. Darul Ma’arif. Kairo: 1965
- Dipresentasikan dalam acara Loka Karya Guru PAI se-Kota Cirebon, Program Pasca Sarjana sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon, konsentrasi PAI. Sabtu, 20 Mei 2006
- Dipresentasikan dalam acara Loka Karya Guru PAI se-Kota Cirebon, Program Pasca Sarjana sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Cirebon, konsentrasi PAI. Sabtu, 20 Mei 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar